JAKARTA - Anggota Dewan Pers silahkan membaca kembali UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers supaya tidak salah jalan. Sebagai praktisi media dan jurnalistik, saya mengamati bahwa Dewan Pers belum melakukan apa yang diamanatkan oleh Undang-undang. Para anggota Dewan Pers lebih banyak mengurusi apa yang tidak menjadi urusannya, diantaranya:
1. Melakukan Uji Kompetensi Wartawan, padahal itu secara Undang-undang harusnya dilakukan oleh BNSP, dan bahkan untuk menjadi LSP pun Dewan Pers tidak boleh karena itu akan mengakibatkan konflik kepentingan, Dewan Pers diharapkan sebagai Regulator atau Wasit yang netral dalam kehidupan pers yang berkebebasan. Silahkan baca Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi BAB II Pasal 3, bahwa BNSP mempunyai tugas melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.
2. Memverifikasi Perusahaan Pers, tindakan ini menimbulkan diskriminasi di lapangan terhadap perusahaan pers yang terverifikasi Dewan Pers dan tidak terverifikasi. Perusahaan itu adalah lembaga bisnis, jadi apa urusannya Dewan Pers masuk ke dalam urusan rumah tangga perusahaan pers. Perusahaan pers tidak ada bedanya dengan perusahaan bisnis lain sehingga tidak perlu diberlakukan khusus atau dikhususkan sehingga terkesan menghambat perkembangan perusahaan pers kecil dan melindungi perusahaan pers oligarki. Silahkan baca BAB II Pasal 7 UU No.40 tahun 1999 bahwa (1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. (2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
3. Memverifikasi Organisasi Pers, Ini apa lagi, gak ada dalam Undang-undang bahwa Dewan Pers bisa mengatakan organisasi pers ini ini terverifikasi dan tidak. Para wartawan dan perusahaan pers dilindungi Undang-undang Pers dan Undang-undang lainya untuk berserikat dan berkumpul serta memilih organisasi pers. Silahkan baca BAB II Pasal 7 UU No.40 tahun 1999 bahwa Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
Baca juga:
Marawa Naik Daun
|
4. Mengusulkan Publisher Rights (Hak Penerbit), Ini para anggota Dewan Pers mengerti atau tidak, kalau itu murni urusan bisnis dan bisnis model. Kalau kedua belah pihak pengiklan, platform, atau perusahaan media sama-sama merasa diuntungkan akan jalan sendirinya, kalau tidak salah satu pihak akan mengundurkan diri. Tidak ada yang rumit, jangan sok-sok jadi pejuang pers dengan mengusulkankan Peraturan Presiden tentang Hak Penerbit. Dipastikan Perpres ini tidak bermanfaat atau NirFaedah alias cuma menghabiskan Anggaran Negara saja.
5. Belum ada satu pun hasil kajian Dewan Pers yang bermanfaat bagi kehidupan dan kesejahteraan wartawan dan perusahaan pers kecuali melakukan diskriminasi terhadap wartawan dan perusahaan pers melalui UKW dan verifikasi perusahaan dan organisasi pers. Silahkan kalian baca syarat melakukan kerjasama di lembaga pemerintahan dan Badan Publik lainnya, mereka mensyaratkan verifikasi dari Dewan Pers.
Berikut ini saya lampirkan Naskah Undang-Undang No.40 Tahun 1999 Tentang PERS. Silahkan dibaca kembali, biar kalian yang mendapat pekerjaan dan penghasilan di Dewan Pers tidak jumawah dan semena-mena dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE), Peraturan, dan Himbauan-himbauan yang terkesan merendahkan para wartawan, dan Insan Pers lainnya.
UNDANG-UNDANG NO.40 TAHUN 1999 TENTANG PERS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers asing.
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau memberitahukan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
Jakarta, 09 April 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia