OPINI - PKS menjadi partai pemenang pemilu di Jakarta. PKS meraih 18 kursi. Tertinggi untuk pileg di Jakarta. Disusul PDIP dengan 15 kursi.
PKS butuh tiga kursi lagi untuk bisa mengusung pasangan cagub-cawagub. Tentu, sangat mudah bagi PKS cari satu partai untuk diajak koalisi. PKS usung cagub, cawagubnya diambil dari partai koalisi. Tawaran yang menarik, dan akan banyak partai yang bersedia bergabung dengan tawaran jadi cawagub.
Dalam pilgub Jakarta, PKS tentu ingin menang. Menyempurnakan kemenangan di pileg. Untuk menang di pilgub, pertama, PKS mesti mengusung tokoh yang peluangnya paling besar untuk menang. Kedua, tokoh ini mesti direstui oleh konstituen PKS, sehingga mesin politik PKS bisa bekerja dengan baik. Mesin politik PKS dikenal paling solid dan terukur kinerjanya. Ketiga, PKS perlu berkoalisi dengan partai yang dapat menambah suara. Tiga unsur ini akan menjadi daya tarik bagi para bohir politik untuk menyiapkan logistiknya. Siapa yang paling besar peluangnya untuk menang, kesitu logistik akan diarahkan.
Ini Jakarta bung ! Kebutuhan logistik untuk pilgub lumayan besar. Tidak cukup 500 milyar. Maka, harus menciptakan magnet yang membuat para bohir tertarik untuk merogoh kantongnya.
Siapa tokoh yang favorit saat ini? Nama Anies Baswedan masih menduduki posisi nomor satu. Sejumlah survei yang tidak dipublish menempatkan Anies Baswedan di posisi tertinggi. Disusul Ahok dan Ridwan Kamil dengan jarak yang amat jauh. Nama-nama lain, posisi elektabilitasnya dibawah lima persen. Sangat kecil.
Elektabilitas Anies bisa dibaca dari pilpres pebruari lalu. Anies dapat suara hampir 50 persen. Ketika nama Prabowo dan Ganjar dihilangkan dari arena pilgub, maka peluang elektabilitas Anies untuk naik menjadi lebih besar. Sebab, tidak ada tokoh sekaliber Prabowo dan Ganjar yang muncul di pilgub Jakarta.
PKS menyadari bahwa Anies Baswedan adalah tokoh yang didukung oleh mayoritas konstituen PKS. Baik di pilgub DKI 2017, maupun di pilpres 2024. Untuk mengakomodir konstituennya, PKS tidak punya pilihan lain kecuali mengusung Anies Baswedan. Bagi PKS, mengusung Anies Baswedan menjadi realistis karena dua hal. Pertama, Anies adalah pilihan konstituen PKS. Kedua, Anies punya elektabilitas tertinggi saat ini. Dengan begitu, peluang menangnya akan sangat besar.
Menempati posisi tertinggi dalam berbagai survei, Anies punya magnet bagi partai politik. Tidak ada yang sulit bagi tokoh dengan elektabilitas tertinggi untuk mendapatkan tiket maju. Ini sudah menjadi hukum politik yang berlaku. Standar utamanya adalah elektabilitas.
Baca juga:
Ilham Bintang: Ya Ampun, Presiden
|
Karena itu, didukung PKS atau tidak, peluang Anies untuk maju di pilgub Jakarta tetap sangat besar. PDIP dan Nasdem telah menyatakan minatnya untuk mengusung Anies Baswedan. Demokrat bahkan ingin memasangkan Anies Baswedan dengan kadernya.
Bagi partai, prioritas utamanya adalah menang. Maka, partai politik akan mencari tokoh yang potensi menangnya besar. Anies Baswedan adalah incumbent dengan elektabilitas tertinggi. Partai mana yang tidak tertarik mengusung incumbent dengan elektabilitas paling tinggi? Kecuali ada kendala di internal partai. Atau masih dipakainya cara-cara klasik, yaitu penyanderaan kasus kepada ketum partai.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies untuk Semua
|
Jika PKS mengusung tokoh lain selain Anies Baswedan, maka akan berpotensi menimbulkan kegaduhan di internal partai. Karena langkah politik ini akan dianggap bertentangan dengan aspirasi konstituen.
Apa dampak politiknya ketika PKS tidak mengusung Anies Baswedan? Pertama, ini akan mengecewakan para kader PKS di Jakarta, bahkan di seluruh Indonesia. Terutama bagi kader yang selama ini mendukung Anies Baswedan. Anies telah mendapatkan tempat di hati para pendukung PKS. Kasus yang terjadi di PPP telah menjadi sebuah pelajaran buat semua partai. Siapa yang meninggalkan konstituen, maka akan ditinggal oleh konstituen. Hukum ini berlaku buat partai yang punya ceruk dengan identitas kelompok tertentu.
Kedua, jika Anies Baswedan maju dari partai lain, berhadapan dengan cagub PKS, maka kedua belah pihak baik Anies maupun tokoh yang diusung PKS sama-sama mengalami kesulitan. Suara Anies dan suara cagub PKS terbelah. Keduanya akan sama-sama dirugikan.
Dari background politik ini, maka tidak ada pilihan bagi PKS untuk menang kecuali mengusung Anies Baswedan.
Dalam teori "social determinism" dianut suatu kaidah bahwa posisi dan situasi telah memaksa setiap pihak untuk mengambil langkah tertentu, bukan memilih satu diantara banyak langkah. Mengacu pada teori ini PKS hanya diberikan pilihan untuk mendukung Anies jika ingin peluang menang di pilgub Jakarta terbuka dan lebih besar.
Jakarta, 23 Mei 2024
Tony Rosyid*
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa